Selamat Datang di sakalamento Selamat Datang di sakalamento Selamat Datang di sakalamento

Ibnu al-Banna, Matematikus Legendaris dari Maroko

7:54 PM Posted In 0 Comments »
Ibnu al-Banna al-Marrakushi dikenal sebagai matematikus Muslim legendaris dari Maroko pada abad ke-13 M. Kontribusinya bagi pengembangan matematika sungguh sangat tak ternilai.

Lewat kitab yang ditulisnya bertajuk Talkhis Amal al-Hisab (Ringkasan dari Operasi Aritmatika) dan Raf al-Hijab, ia memperkenalkan beberapa notasi matematika yang membuat para para sejarawan sains dan ilmuwan percaya bahwa simbolisme Aljabar pertama kali dikembangkan peradaban Islam.

Menurut sejumlah catatan sejarah, al-Banna dan al-Qalasadi merupakan penemu notasi matematika. Dedikasinya dalam mengembangkan matematika telah diakui dunia. Untuk mengenang jasa-jasanya bagi kemajuan matematika, para ilmuwan dunia mengabadikan namanya di salah satu kawah bulan yang diberi nama al-Marrakushi.

Al-Banna pun menjadi satu dari 24 ilmuwan Muslim legendaris yang namanya diabadikan di kawah bulan. Matematikus Muslim kesohor itu bernama lengkap Abu'l-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Utsman al-Azdi. Dalam catatan sejarah, tidak ada keterangan dengan jelas apakah al-Banna lahir di kota Marrakesh atau di wilayah yang diberi nama Marrakesh, Maroko oleh bangsa Eropa.

Ada pula yang menyebut al-Banna terlahir di Granada di Spanyol dan kemudian hijrah ke Afrika Utara untuk mendapatkan pendidikan dan pengalaman hidup. Yang pasti, menurut sejarawan matematika JJ O'Connor dan EF Robertson, al-Banna menghabiskan sebagian besar hidupnya di Maroko.

Al-Banna lahir pada Desember 1256. Saat itu, Suku Banu Marin di Maroko merupakan sekutu Kekhalifahan Umayyah di Cordoba, Spanyol. Suku tersebut kemudian tinggal di bagian timur Maroko di bawah kepemimpinan Abu Yahya. Mereka mulai menaklukkan daerah-daerah di sekitarnya. Suku Banu Marin menaklukan Fez pada 1248 dan menjadikan wilayah tersebut sebagai ibu kota.

Kemudian mereka menaklukan Marrakesh dari kekuasaan suku Muwahhidun yang berkuasa pada 1269. Dengan demikian Suku Banu Marin mengambil alih kekuasaan di seluruh Maroko. Setelah mereka berhasil menaklukkan Maroko, Banu Marin mencoba membantu Granada untuk mencegah kemajuan peradaban Kristen.

Hubungan erat antara Granada dan Maroko itulah yang membuat para sejarawan kesulitan untuk menjelaskan dan mengetahui secara pasti asal al-Banna. Menurut O'Connor dan Robertson, al-Banna menyelesaikan studinya di Maroko. Matematika adalah bidang studi yang disukainya.

Saat itu, matematika merupakan ilmu favorit. Al-Banna sangat cinta dengan geometri serta memiliki ketertarikan untuk mempelajari Elemen Euclid. Ia juga mempelajari angka-angka pecahan dan belajar banyak dari orang-orang Arab yang telah menciptakan matematika s400 tahun sebelumnya. Menurut O'Connor, suku Banu Marin memiliki budaya yang kuat untuk belajar serta mencari ilmu pengetahuan.

Banu Marin juga menjadikan Kota Fez sebagai pusat studi dan kebudayaan Islam. Di Universitas Fez, al-Banna mengajarkan semua cabang ilmu matematika termasuk diantaranya; aritmatika, Aljabar, geometri dan astronomi. Fez merupakan kota yang berkembang dengan pesat. Di kota itu berdiri dengan megah istana kesultanan, madrasah, universitas, serta, masjid yang megah.

Selama mengajar di universitas di kota Fez, al-Banna mengembangkan komunitas akademis. Ia memiliki begitu banyak murid. Hal ini menunjukkan pengaruh al-Banna yang sangat kuat di mata muridnya. Komunitas akademis itu melakukan studi dan diskusi dalam mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan, khususnya matematika.

Al-Banna merupakan penulis yang sangat produktif. Dia telah melahirkan sejumlah karya besar dan legendaris. Tak kurang terdapat 82 karya al Banna yang didaftar oleh Renaud. Namun tidak semua karya al Banna berupa tulisan tentang ilmu matematika, meskipun kebanyakan karyanya adalah matematika.

Dia menulis buku berisi pengantar Elemen Euclid. Selain itu, menulis sebuah teks tentang Aljabar, dan menulis berbagai karya tentang astronomi. Para sejarawan sains mengaku kesulitan untuk mengetahui secara pasti jumlah karya asli al-Banna. Pasalnya, dia juga banyak menyadur buku karya matematikus Islam terdahulu. Kini, sebagian karya al-Banna telah hilang.

Dalam membuat karyanya, al-Banna memang mendapatkan banyak pengaruh dari para ahli matematika Arab sebelumnya. Al-Banna merupakan orang pertama yang mempertimbangkan pecahan sebagai perbandingan antara dua angka dan dia adalah orang pertama yang menggunakan ekspresi almanak, dalam sebuah karya yang berisi data astronomi dan meteorologi.

Karya al-Banna yang paling terkenal adalah Talkhis Amal al-Hisab (Ringkasan dari Operasi Rritmatika) dan Raf al-Hijab. Kedua buku itu berisi komentar-komentar al-Banna terhadap karyanya Talkhis amal al-Hisab. Dalam karyanya itu, al-Banna memperkenalkan beberapa notasi matematika yang membuat para ilmuwan percaya bahwa simbolisme aljabar pertama kali dikembangkan matematikus Islam yakni al-Banna dan al-Qalasadi.

Dalam buku Raf al-Hijab, al-Banna menjelaskan berbagai macam pecahan matematika dan mereka terus digunakan untuk menghitung perkiraan dari nilai akar kuadrat. Hasil menarik lainnya terdapat pada seri menjumlahkan hasil. Berikut contoh rumus matematika yang dikembangkan al-Banna.

13 + 33 + 53 + ... + (2n-1)3 = n2(2n2 - 1) dan
12 + 32 + 52 + ... + (2n-1)2 = (2n + 1)2n(2n - 1)/6.

Mungkin yang paling menarik dari karya al Banna adalah bekerjanya koefisien binomial yang dijelaskan secara rinci dalam bukunya tersebut. Al -Banna menunjukkan bahwa:

pC2 = p(p-1)/2
lalu
pC3 = pC2(p-2)/3.
Memang hal itu sulit dijelaskan tetapi akhirnya al-Banna menerangkan bahwa:
pCk = pCk-1(p - (k - 1) )/k.
sehingga hasilnya
pCk = p(p - 1)(p - 2)...(p - k + 1)/(k !)

Sebenarnya karya al Banna merupakan langkah kecil dari hasil segitiga Pascal yang tiga abad sebelumnya dijelaskan al-Karaji. Meski begitu, ada sesuatu yang lebih fundamental dari pada segitiga Pascal, hasil itu justru merupakan kombinatorial eksposisi al-Banna, bersama-sama membentuk hubungan antara angka dan kombinasi poligonal.

Adikarya Sang Legendaris

Sebelum menjadi matematikus hebat, al-Banna lebih banyak belajar ilmu-ilmu tradisional seperti, bahasa Arab, Tata Bahasa (nahwu dan sharf), hadis, fikih, tafsir Alquran di kampung halamannya. Setelah itu, ia diperkenalkan dengan matematika dan ilmu kedokteran oleh guru-guru pembimbingnya.

Al-Banna diketahui pernah dekat dengan Saint Aghmat, Abu Zayd Abdur Rahman al-Hazmiri yang kemudian dikenal sebagai orang yang selalu mengarahkan dan memanfaatkan pengetahuan matematika Ibnu al-Banna untuk tujuan yang bersifat ramalan.

Al-Banna juga menjadi salah seorang yang mampu menguraikan atau menjabarkan prinsip-prinsip perhitungan dari bentuk-bentuk ghubar (hisab ghubar adalah suatu metode perhitungan yang berasal dari Persia).

Dia juga menjadi seorang figur yang sangat legendaris dan dikenal sebagai saintis yang ajaib. Betapa tidak. Kecerdasan dan kemampuannya sangat luar biasa dan mampu melebihi manusia pada umumnya. Hal ini dia lakukan dengan menerapkan ilmu pengetahuan ilmiahnya. Meskipun demikian, para biografer memuji kerendahan hatinya dan kesalehannya sebagai hamba Allah SWT.

Dia mempunyai sifat dan tingkah laku yang sangat baik dan santun. Karya-karya al-Banna sebenarnya lebih dari 80 judul dengan berbagai macam variasi ilmu pengetahuan yang berbeda-beda. Karya-karyanya itu meliputi ilmu tata bahasa (nahwu), bahasa retorika, fikih, ushulluddin (perbandingan agama), tafsir Alquran, logika, pembagian warisan (al-farai’d), ramalan, astronomi, meteorologi dan matematika, juga termasuk sebuah resume karya Imam al-Ghazali, “Ihya’ Ulumuddin”.

Namun hanya sebagian karyanya yang dapat bertahan sampai sekarang ini. Di antara karya-karyanya tersebut antara lain; Talkhis fi Amal al-Hisab, Risalah fi Ilm al-Masaha, al-Maqalat fi al-Hisab,Tanbih al-Albab, Mukhtashar Kafi li al-Mutallib, Kitab al-Ushul al-Muqaddamat fi al-Jabr wa al-Muqabala, Kitab Minhaj li Ta’dil al-Kawakib, Qanun li Tarhil asy-Syams wa al-Qamar fi al-Manazil wa ma Kifat Auqat al-Lain wa al-Nahar, Kitan al-Yasar Taqwim al-Kawakib as-Sayyara, Madkhal an-Nujum wa Taba’i al-Huruf, Kitab fi Ahkam al-Nujum, juga Kitab al-Manakh.

Dari sekian banyak karyanya, yang paling penting adalah Talkhis fi Amal al-Hisab, yang menjadi perhatian para ilmuwan. Karyanya itu juga telah diterjemahkan oleh A Marre, dan diterbitkan secara terpisah, di Roma pada 1865. Sebagai seorang ilmuwan yang hebat, al-Banna pernah mendapat penghargaan yang tinggi dari Ibnu Khaldun.

Ibnu Khaldun berharap agar karya-karya al-Banna dapat dikembangkan para ilmuwan sepeninggalnya.
republika.co.id
read more

Sekularisme

7:48 PM Posted In 0 Comments »
Sekularisme adalah aliran atau sistem doktrin dan praktik yang menolak segala bentuk yang diimani dan diagungkan oleh agama; atau pandangan bahwa masalah keagamaan (ukhrawi/surgawi) harus terpisah sama sekali dari masalah kenegaraan (urusan duniawi). Secara etimologis istilah "sekuler" berasal dari bahasa Latin, saeculum, yang bermakna ganda, yakni "ruang" dan "waktu". Istilah "ruang" menunjuk pada pengertian "dunia" atau "duniawi", sedangkan "waktu" pada pengertian "sekarang" atau "kini". Kata "sekuler" berkembang menjadi sebuah istilah yang diartikan sebagai bersifat duniawi atau kebendaan, bukan bersifat keagamaan atau kerohanian. Bahasa Arab untuk "sekuler" adalah 'ilmaniyyah, suatu kata yang berakar dari kata 'ilm yang berarti "ilmu pengetahuan" atau "sains".

Dari kata "sekuler" muncul istilah "sekularisasi" yang antara lain mengandung arti "proses melepaskan diri dari ikatan keagamaan." Sekularisasi dapat juga diartikan sebagai pemisahan antara urusan kenegaraan dan urusan keagamaan, atau pemisahan antara urusan duniawi dan ukhrawi (akhirat).

Dari kata "sekuler" juga muncul istilah "sekularisme", yang diperkenalkan pertama kali oleh filsuf George Jacob Holyoake pada tahun 1846. Menurutnya, sekularisme adalah suatu sistem etik yang didasarkan pada prinsip moral alamiah, terlepas dari agama wahyu atau supernaturalisme. Definisi lain dari sekularisme dikemukakan oleh A Hornby (ahli bahasa berkebangsaan Amerika). Menurutnya, sekularisme adalah suat pandangan bahwa pengaruh lembaga keagamaan harus dikurangi sejauh mungkin dan bahwa moral dan pendidikan harus dipisahkan dari agama.

Akar historis dari konsep sekularisme tidak dapat dipisahkan dari sejarah Kristen di dunia Barat. Di Barat pada abad modern telah terjadi proses pemisahan antara hal-hal yang menyangkut masalah agama dan nonagama (bidang sekuler) yang diawali dengan ketidakserasian antara hasil penemuan sains atau ilmu pengetahuan di satu pihak dan dogma Kristen di pihak lain.

Di dunia Islam, istilah "sekuler" pertama kali dipopulerkan oleh Zia Gokalp (1875-1924), sosiolog terkemuka dan politikus nasionalis Turki. Dalam rangka pemisahan antara kekuasaan spiritual khalifah dan kekuasaan duniawi sultan di Turki Usmani (Kerajaan Ottoman) pada masa itu. Ia mengemukakan perlunya pemisahan antara diyanet (masalah ibadah serta keyakinan) dan muamalah (hubungan sosial manusia).

Pengertian sekularisme dalam pandangan ulama dan ilmuwan Islam sangat beragam. Sayid Qutub (filsuf Muslim dari Mesir, 1906-1966) mendefinisikannya sebagai pembangunan struktur kehidupan tanpa dasar agama. Karena itu, sekularisme bertentangan dengan Islam, bahkan merupakan musuh Islam yang paling berbahaya.

Pandangan Qutub didukung oleh Altaf Gauhar (filsuf Muslim kontemporer dari Mesir) yang menyatakan bahwa sekularisme dan Islam tidak mempunyai tempat berpijak yang sama. Esensi Islam berantitesis terhadap sekularisme.

Pandangan lain tentang sekularisme dikemukakan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas, yang menunjuk pada suatu ideologi atau paham yang menidakkeramatkan (desakralisasi) alam dan politik. Ia menjelaskan bahwa Islam tidaklah sama dengan Kristen. Karena itu, sekularisasi yang terjadi pada masyarakat Kristen Barat tidaklah sama dengan apa yang terjadi pada masyarakat Muslim. Akan tetapi, Naquib mengingatkan bahwa kita harus melihat sekularisasi tidak hanya terbatas pada dunia Barat. Pengalaman mereka atas hal itu dan sikap mereka terhadapnya sangat berguna untuk dipelajari kaum Muslim di seluruh dunia.

Tentang pandangan Islam terhadap sekularisme, Naquib al-Attas dengan tegas menytakan bahwa pada dasarnya Islam menolak segala bentuk sekularisme. Bahkan, Islam secara total menolak penerapan apa pun mengenai konsep-konsep sekuler, sekularisasi, maupun sekularisme, karena semuanya itu bukanlah milik Islam dan berlawanan dengannya dalam segala hal. Naquib mengemukakan alasannya bahwa Islam adalah agama yang lengkap, sempurna, dan sesuai dengan kondisi manusia sejak awal. Karena itu, agama Islam tidak membutuhkan "perkembangan" atau "perubahan" lebih lanjut.

Hal senada dikemukakan almarhum Prof Dr H Mohammad Rasjidi. Rasjidi beranggapan bahwa sekularisme dan sekularisasi membawa pengaruh merugikan bagi Islam dan umatnya. Karena itu, keduanya harus dihilangkan. Baginya, pemikiran baru itu memang dapat menimbulkan dampak positif, seperti membebaskan umat dari kebodohan. Akan tetapi, istilah ini sama sekai tidak mempunyai akar dalam Islam dan hanya tumbuhan dan berlaku di Barat.

Sementara Dr Nurcholish Madjid dengan jelas membedakan antara makna sekularisme dan sekularisasi. Pembedaan antara keduanya dapat dianalogikan dengan pembedaan antara rasionalisasi dan rasionalisme. Ia menganjurkan setiap orang Islam bersikap rasional, tetapi bersamaan dengan itu melarang orang Islam menjadi rasionalis sebab rasionalis berarti mendukung rasionalisme, sedangkan yang disebutkan terakhir ini bertentangan dengan Islam. Rasionalisme mengingkari keberadaan wahyu sebagai media untuk mengetahui kebenaran. Dengan kata lain, rasionalisasi mempunyai arti terbuka karena merupakan suatu proses, sedangkan rasionalisme mempunyai arti tertutup karena merupakan suatu paham atau ideologi. Demikian pula halnya dengan sekularisme dan sekularisasi.

Menurutnya, sekularisasi adalah suatu proses penduniawian yang dalam pengertian ini peletakan peranan utama pada ilmu pengtahuan. Karena itu, sekularisasi adalah pengakuan wewenang ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam membina kehidupan duniawi, dan ilmu pengetahuan itu sendiri terus berproses dan berkembang menuju kesempurnaannya.

Umat Islam hendaknya memberikan perhatian yang wajar kepada aspek duniawi kehidupan ini. Meskipun demikian, sekularisasi bukanlah dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme, yang merupakan suatu ideologi yang bersifat tertutup, melainkan justru dimaksudkan sebagai Islamisasi atau pentauhidan.
republika.co.id
read more

Mencermati Kondisi Batin: Ketika Melakukan Dosa Besar

7:34 PM Posted In 0 Comments »
• Orang yang tergelincir ke dosa besar seringkali melenting ke atas melampaui posisi sebelumnya. Dengan kata lain, dosa dan maksiat seringkali menjadi momentum untuk lebih dekat dengan Tuhan, mengapa?

• Bagaimana menjadikan dosa sebagai sebagai anak tangga menuju Tuhan?

Dosa dan maksiat bukan saja perbuatan tercela dan terlarang, melainkan juga membutakan mata hati, memadamkan
nurani. Lebih dari itu, dosa dan maksiat juga membawa kegelisahan sehingga ketenangan hidup terganggu. Jelasnya, dosa dan maksiat merendahkan derajat dan kualitas kemanusiaan.

Semua yang dilarang Tuhan adalah musuh kemanusiaan dan semua yang diperintahkan dan dianjurkan Tuhan demi untuk martabat kemanusiaan. Tuhan tidak butuh untuk disembah tetapi manusialah yang membutuhkan penyembahan itu, karena di balik penyembahan dan ketaatan itu tersimpan hikmah dan berbagai kemaslahatan untuk manusia dan kemanusiaan.

Seandainya semua manusia mogok untuk menyembah kepada-Nya maka tidak sedikit pun mengurangi kapasitas dan eksistensi-Nya sebagai Tuhan. Sebaliknya seandainya semua manusia taat kepada-Nya bagaikan malaikat sekalipun maka tidak akan berpengaruh terhadap Dirinya.

Perintah dan larangan Tuhan adalah bukti kemaha-pengasih dan penyayang-Nya terhadap hamba-Nya, khususnya kepada manusia, yang diberikan spesifikasi khusus sebagai khalifah, representatif Tuhan di jangat raya ini.

Meskipun diberi kekhususan sebagai khalifah, manusia tetap sebagai hamba (’abid) yang harus menyembah kepada Tuhan, sebagaimana halnya makhluk-makhluk lainnya. Konsekwensi tugas kekhalifahan yang diemban manusia, Allah menundukkan seluruh alam semesta kepadanya, bahkan di dalam penciptaan awal manusia (Adam), para makhluk diperintahkan hormat dan sujud kepadanya sebagai bukti kehebatan dan keutamaan manusia.

Memang ada yang membangkang dan keberatan untuk sujud, yaitu Iblis bersama komunitasnya, makanya itu mereka dikutuk. Untuk mencari parner di neraka maka mereka diberi kesempatan untuk menggoda manusia sampai akhir zaman.

Konsep penundukan alam semesta (taskhir) tidak bisa diartikan semacam ”SIM” untuk mengeksploitasi alam raya melampaui daya dukungnya. Alam raya tidak akan tunduk dan tidak lagi akan bersahabat kepada manusia manakala melampaui batas-batas yang telah digariskan Tuhan. Allah SWT bukan hanya Tuhan manusia sebagai makhluk
mikrokosmos tetapi juga Tuhan alam raya sebagai makhluk makrokosmos. Realasi makhluk mikrokosmos dan makhluk
makrokosmos adalah relasi kekahlifahan.

Sedangkan relasi mikrokosmos-makrokosmos dan Tuhan adalah relasi penghambaan. Karena itu, dosa tidak boleh dimaknai hanya sebagai masalah relasi vertikal antara makhluk dengan Sang Khaliq, tetapi dosa juga terkait dengan masalah relasi horizontal antara sesama makhluk. Dan makhluk di sini bukan hanya sesama manusia, apa lagi hanya
sebatas sesama muslim, tetapi juga sesama makhluk, baik makhluk hidup maupun makhluk benda mati. Bukankah kata ”benda mati” itu hanya ada dalam kamus manusia?

Bagi Tuhan dan para malaikatnya, tidak ada istilah benda mati. Semunya itu bertasbih dan menyembah Tuhan, hanya kita yang tidak memahami tasbih dan bentuk ibadah mereka.

Demikian kesimpulan di dalam berbagai ayat Al-Qur’an. Dosa dan maksiat memang mejatuhkan dan menjerumuskan seseorang ke lembah kehinaan tetapi kalau itu disadari dalam bentuk kesadaran puncak (taubat nashuha) maka tidak mustahil itu melentingkan kembali yang bersangkutan ke atas, bahkan mungkin lebih tinggi dari pada posisinya semula.

Dosa dan maksiat sangat berpotensi dan dapat dijadikan titik masuk seseorang untuk lebih dekat kepada Tuhannya. Tidak jarang para pendosa yang taubat justru lebih baik dari pada orang-orang biasa. Ini mungkin disebabkan karena
ia sudah mampu membandingkan betapa jauh jaraknya antara suasana batin yang taat dan yang durhaka kepada-Nya.

Namun ini tidak berarti sebuah ajakan kepada kita untuk mencicipi dosa guna meningkatkan kesadaran dan keimanan, sebab betapa banyak bahkan jauh lebih banyak para pendosa jatuh dan tidak melenting ke atas, melainkan
bagaikan bola yang jatuh di dalam lumpur, tidak lagi melenting ke atas, malah justru terbenam di dalam lumpur kehinaan.

Para pendosa yang berpotensi melenting ke atas ialah mereka yang karena dosa dan maksiat yang dilakukannya betul-betul membuat dirinya terpukul dan kecewa, mengapa dirinya harus melakukan sesuatu yang amat bodoh di dalam hidupnya. Karena itu ia menyesal sejadi-jadinya seraya menjalani proses pembersihan diri dengan penuh
ketekunan.

Menurut Imam Gazali, dalam kitab Ihya’ `Ulum al-Din, seorang pendosa diminta untuk tidak sekedar istigfar (membaca lafaz istigfar) melainkan harus menjalani rangkaian proses taubat, yaitu:

1) Memperbanyak mengucap istigfar,

2) dengan segera meninggalkan dosa dan maksiat itu,

3) menyesal sejadi-jadinya terhadap kekeliruan
yang telah dilakukannya,

4) bertekad dan berikrar untuk tidak akan pernah mengulangi perbuatan tercela itu dalam hidupnya,

5) mengganti dan menutupi perbuatan dosa dan maksiat itu dengan amal-amal kebajikan yang ikhlas,

6) kalau dosa itu berupa mengambil hak orang lain maka harus segera mengembalikannya sesegera mungkin,

7) menghancurkan daging yang bertumbuh di dalam dirinya yang berasal dari produk haram dengan cara melakukan
riyadhah dan mujahadah, yakni menjalani latihan jasmani dan rohani dalam upaya mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah Swt.

8) sesegera mungkin meminta maaf kepada orang yang pernah disakiti atau dikecewakan itu. Jika ini semuanya dipenuhi maka seseorang berhak mendapatkan pengampunan Allah terhadap dirinya.

Banyak pendosa yang telah melakukan tahapan pertobatan itu dengan baik dan tekun. Mereka selalu manangisi dosa masa lampaunya di dalam sujud tahajjudnya di tengah malam. Bahkan air matanya tak pernah bisa dibendung jika mengingat kembali berbagai dosa yang pernah dilakukannya.

Penyerahan diri secara total seperti ini mendapatkan janji pengampunan Allah SWT. Ada ulama yang pernah mengatakan bahwa: ”Air mata taubat itulah yang akan memadamkan api neraka. Bahkan Allah SWT mencintainya,
sebagaimana hadis yang pernah dikutip Al-Gazali dalam kitabnya: ” Allah lebih senang mendengarkan jeritan taubatnmya para pendosa ketimbang gemuruh tasbihnya para ulama”.

Dalam Al-Qur’an juga ditegaskan bahwa ” Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah/2:222). Yang penting bagi yang bersangkutan tidak mempermainkan Tuhan dengan pembatalan-pembatalan taubat.

Seorang sufi, Yahya bin Mu’adz pernah mengatakan: “Melakukan satu perbuatan dosa setelah taubat jauh lebih buruk dari pada melakukan 70 perbuatan dosa sebelum taubat.

Kata Dzun Nun: “Beristighfar dari dosa tanpa berusaha melepaskankan diri dari dosa itu adalah taubatnya para pendusta. Barangsiapa bertaubat, kemudian tidak membatalkan taubatnya, maka ia termasuk orang bahagia”. Subhanallah, alangkah beruntungnya orang yang demikian ini.

Bagi para pendosa tidak sepantasnya putus asa terhadap dosa-dosanya. Sebesar apapun dosa seseorang pasti jauh lebih besar dosa pengampunan Tuhan. Tidak ada artinya dosa besar jika yang datang adalah wajah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

Yang penting bagi kita adalah penyerahan diri secara total terhadapnya. Terserah Dia. Jika Dia akan memasukkan kita ke dalam neraka itu adalah hak-Nya, tetapi tidak ada yang bisa menghalangi-Nya jika Dia akan memaafkan hamba-Nya.

Apakah Dia akan menyiksa hamba-Nya yang sudah rebah dan bersujud di hadapan kebesaran-Nya sambil menagis memohon ampun dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya. Bukankah Dia lebih menonjol sebagai Tuhan Maha Pengasih dan Maha Pengampun ketimbang sebagai Tuhan Maha Pemarah dan Maha Penghukum.Tidak sedikit para pendosa mendapatkan pengampunan dan kasih sayang Tuhan.
republika.co.id
read more
Bookmark and Share
KATAKAN TIDAK PADA NARKOBA //KATAKAN TIDAK PADA NARKOBA //KATAKAN TIDAK PADA NARKOBA //KATAKAN TIDAK PADA NARKOBA //KATAKAN TIDAK PADA NARKOBA //KATAKAN TIDAK PADA NARKOBA